17
 KATA PENGANTAR Puji dan Syukur penulis panjatk an ke Hadir at Tuhan Ya ng Maha Esa, karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun refarat ini dengan  baik dan tepat pada aktunya! "alam refarat ini penulis membahas mengenai #Sistemik $upus Eritemat%sus&! Makalah ini dibuat dengan berbagai %bser'asi dan beberapa bantuan dari berbagai  pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan makalah ini! (leh karena itu, kami mengu)apkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini! Penulis menyadari baha masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini! (leh karena itu dengan segala kerendahan hati pennulis mengharapkan saran serta kritik yang dapat membangun sehingga lebih ter)ipta suasana untuk mendekati kesempurnaan dalam paper ini! *khir kata sem%ga refarat ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian! Medan, (kt%ber +. Penulis 1

LES

Embed Size (px)

DESCRIPTION

afafadggadgag

Citation preview

KATA PENGANTARPuji dan Syukur penulis panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun refarat ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam refarat ini penulis membahas mengenai Sistemik Lupus Eritematosus.

Makalah ini dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa bantuan dari berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati pennulis mengharapkan saran serta kritik yang dapat membangun sehingga lebih tercipta suasana untuk mendekati kesempurnaan dalam paper ini.

Akhir kata semoga refarat ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian.

Medan, Oktober 2014

Penulis

Daftar IsiKata Pengantar2Daftar Isi3Daftar Tablet4Bab I5Pendahuluan5Bab II6Tinjauan Pustaka6Defenisi6Epidemiologi6 Etiopatogenesis7 Manifestasi Klinis dan Diagnosa8 Pemeriksaan Penunjang13 Penatalaksanaan Secara Umum13Terapi Medikamentosa14Prognosis16Kesimpulan17Daftar Pustaka18

Daftar TabletTablet 1. Kriteria Diagnosis Lupus Eritematosus Sistemik9

BAB IPENDAHULUANLupus eritematosus sistemik (systemic lupus erythematosus) (SLE) merupakan penyakit inflamasi autoimun kronis yang belum jelas penyebabnya, memiliki sebaran gambaran klinis yang luas serta tampilan perjalanan penyakit yang beragam. Kekeliruan dalam mengenali penyakit ini sering terjadi.Mengingat manifestasi klinis, perjalanan penyakit SLE sangat beragam dan risiko kematian yang tinggi maka diperlukan upaya pengenalan dini serta penatalaksanaan yang tepat.

BAB IITINJAUAN PUSAKA1. DefinisiLupus eritematosus sistemik (SLE) merupakan penyakit sistemik yang ditandai dengan peradangan kronik dengan manifestasi klinis yang beragam. Awitannya umumnya pada umur 15-40 tahun dan perbandingan wanita terhadap pria adalah 8:1. Biasanya akut dan berbahaya, bahkan dapat menyebabkan kematian. Penyakitnya bersifat multisistemik dan menyerang jaringan konektif dan vaskular.2. EpidemiologiInsiden tahunan SLE di Amerika serikat sebesar 5.1 per 100.000 penduduk, sementara prevalensi SLE di Amerika dilaporkan 52 kasus per 100.000 penduduk, dengan rasio gender wanita dan laki-laki antara 9-14:1. Belum terdapat data epidemiologi SLE yang mencakup semua wilayah Indonesia. Data tahun 2002 di RSUP Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, didapatkan 1.4% kasus SLE dari total kunjungan pasien di poliklinik Reumatologi Penyakit Dalam, sementara di RS Hasan Sadikin Bandung terdapat 291 Pasien SLE atau 10.5% dari total pasien yang berobat ke poliklinik reumatologi selama tahun 2010.

3. EtiopatogenesisEtiopatogenesis dari LES masih belum diketahui secara jelas, dimana terdapat banyak bukti bahwa patogenesis LES bersifat multifaktoral seperti faktor genetik, faktor lingkungan, dan faktor hormonal terhadap respons imun. Faktor genetik memegang peranan pada banyak penderita lupus dengan resiko yang meningkat pada saudara kandung dan kembar monozigot. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa banyak gen yang berperan terutama gen yang mengkode unsur-unsur sistem imun. Diduga berhubungan dengan gen respons imun spesifik pada kompleks histokompabilitas mayor kelas II, yaitu HLA-DR2 dan HLA-DR3 serta dengan komponen komplemen yang berperan dalam fase awal reaksi ikat komplemen ( yaitu C1q, C1r, C1s, C4, dan C2) telah terbukti. Gen-gen lain yang mulai ikut berperan adalah gen yang mengkode reseptor sel T, imunoglobulin dan sitokin.Studi lain mengenai faktor genetik ini yaitu studi yang berhubungan dengan HLA (Human Leucocyte Antigens) yang mendukung konsep bahwa gen MHC (Major Histocompatibility Complex) mengatur produksi autoantibodi spesifik. Penderita lupus (kira-kira 6%) mewarisi defisiensi komponen komplemen, seperti C2, C4, atau C1q.Kekurangan komplemen dapat merusak pelepasan sirkulasi kompleks imun oleh sistem fagositosit mononuklear sehingga membantu terjadinya deposisi jaringan. Defisiensi C1q menyebabkan sel fagosit gagal membersihkan sel apoptosis sehingga komponen nuklear akan menimbulkan respon imun. Faktor lingkungan dapat menjadi pemicu pada penderita lupus, seperti radiasi ultra violet, tembakau, obat-obatan, virus. Sinar UV mengarah pada selfimmunity dan hilangnya toleransi karena menyebabkan apoptosis keratinosit. Selain itu sinar UV menyebabkan pelepasan mediator imun pada penderita lupus, dan memegang peranan dalam fase induksi yanng secara langsung mengubah sel DNA, serta mempengaruhi sel imunoregulator yang bila normal membantu menekan terjadinya kelainan pada inflamasi kulit.Pengaruh obat juga memberikan gambaran bervariasi pada penderita lupus. Pengaruh obat salah satunya yaitu dapat meningkatkan apoptosis keratinosit. Faktor lingkungan lainnya yaitu peranan agen infeksius terutama virus dapat ditemukan pada penderita lupus. Virus rubella, sitomegalovirus, dapat mempengaruhi ekspresi sel permukaan dan apoptosis.Faktor ketiga yang mempengaruhi patogenesis lupus yaitu faktor hormonal. Mayoritas penyakit ini menyerang wanita muda dan beberapa penelitian menunjukkan terdapat hubungan timbal balik antara kadar hormonestrogen dengan sistem imun. Estrogen mengaktivasi sel B poliklonal sehingga mengakibatkan produksi autoantibodi berlebihan pada pasien LES.4. Manifestasi Klinis dan DiagnosaManifestasi klinis SLE sangat luas, meliputi keterlibatan kulit dan mukosa, sendi, darah, jantung, paru, ginjal, susunan saraf pusat (SSP) dan sistem imun. Manifestasi klinis terbanyak berturut-turut adalah artritis sebesar 48,1%, ruam malar 31,1%, nefropati 27,9%, fotosensitiviti 22,9%, keterlibatan neurologik 19,4% dan demam 16,6% sedangkan manifestasi klinis yang jarang dijumpai adalah miositis 4,3%, ruam diskoid 7,8%, anemia hemolitik 4,8%, dan lesi subkutaneus akut 6,7%.Kecurigaan akan penyakit SLE perlu dipikirkan bila dijumpai 2 (dua) atau lebih kriteria sebagaimana tercantum di bawah ini, yaitu:1. Wanita muda dengan keterlibatan dua organ atau lebih. 2. Gejala konstitusional: kelelahan, demam (tanpa bukti infeksi) dan penurunanberat badan.3. Muskuloskeletal: artritis, artralgia, myositis.4. Kulit: ruam kupu-kupu (butterfly atau malar rash), fotosensitivitas, lesi membrane mukosa, alopesia, fenomena Raynaud, purpura, urtikaria, vaskulitis.5. Ginjal: hematuria, proteinuria, silinderuria, sindroma nefrotik.6. Gastrointestinal: mual, muntah, nyeri abdomen.7. Paru-paru: pleurisy, hipertensi pulmonal, lesi parenkhim paru.8. Jantung: perikarditis, endokarditis, miokarditis.9. Retikulo-endotel: organomegali (limfadenopati, splenomegali, hepatomegali).10. Hematologi: anemia, leukopenia, dan trombositopenia.11. Neuropsikiatri: psikosis, kejang, sindroma otak organik, mielitis transversus, gangguan kognitif neuropati kranial dan perifer.Kecurigaan tersebut dilanjutkan dengan melakukan eksklusi terhadap penyakit lainnya. Kriteria diagnosa SLE mengacu pada kriteria dari the American College of Rheumbatology (ACR) revisi tahun 1997.KriteriaBatasan

Ruam malarEritema yang menetap, rata atau menonjol, pada daerah malar dan cenderung tidak melibatkan lipat nasolabial.

Ruam diskoidPlak eritema menonjol dengan keratotik dan sumbatan folikular. Pada SLE lanjut dapat ditemukan parut atrofi.

FotosensifitasRuam kulit yang diakibatkan reaksi abnormal terhadap sinar matahari, baik dari anamnesis pasien atau yang dilihat oleh dokter pemeriksa.

Ulkus mulutUlkus mulut atau orofaring, umumnya tidak nyeri dan dilihat oleh dokter pemeriksa.

ArtritisArtritis non erosif yang melibatkan dua ataulebih sendi perifer, ditandai oleh nyeri tekan, bengkak atau efusia.

Serositis1. Pleuritis2. Perikarditis a. Riwayat nyeri pleuritik atau pleuritc friction rub yang didengar oleh dokter pemeriksa atau terdapat bukti efusi pleura.

b. Terbukti dengan rekaman EKG atau pericardial friction rub atau terdapat bukti efusi pericardium.

Gangguan renala. Proteinuria menetap >0.5 gram per hari atau >3+ bila tidak dilakukan pemeriksaan kuantitatif.

b. Silinder seluler dapat berupa silinder eritrosit, hemoglobin, granular, tubular atau campuran.

Gangguan neurologia. Kejang yang bukan disebabkan oleh obat-obatan atau gangguan metabolik.

b. Psikosis yang bukan disebabkan oleh obat-obatan atau gangguan metabolik.

Gangguan hematologika. Anemia hemolitik dengan retikulosis.

b. Lekopenia